Thursday, November 22, 2012

Kata Bijak HAri ini

Contoh yang baik adalah nasehat terbaik. ~ Fuller
Jika kita melayani, maka hidup akan lebih berarti. ~ John Gardne
Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun. ~ Bung Karno
Kita semua hidup dalam ketegangan, dari waktu ke waktu, serta dari hari ke hari; dengan kata lain, kita adalah pahlawan dari cerita kita sendiri. ~ Mary McCarthy
Apa yang nampak sebagai suatu kemurahan hati, sering sebenarnya tiada lain daripada ambisi yang terselubung, yang mengabaikan kepentingan-kepentingan kecil untuk mengejar kepentingan- kepentingan yang lebih besar. ~ La Roucefoucauld
Semua yang dimulai dengan rasa marah, akan berakhir dengan rasa malu. ~ Benjamin Franklin
Hati yang penuh syukur, bukan saja merupakan kebajikan yang terbesar, melainkan merupakan pula induk segala kebajikan yang lain. ~ Cicero
Orang yang berhasil akan mengambil manfaat dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan, dan akan mencoba kembali untuk melakukan dalam suatu cara yang berbeda. ~ Dale Carnegie
Istilah tidak ada waktu, jarang sekali merupakan alasan yang jujur, karena pada dasarnya kita semuanya memiliki waktu 24 jam yang sama setiap harinya. Yang perlu ditingkatkan ialah membagi waktu dengan lebih cermat. ~ George Downing
Ancaman nyata sebenarnya bukan pada saat komputer mulai bisa berpikir seperti manusia, tetapi ketika manusia mulai berpikir seperti komputer. ~ Sydney Harris
Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang. Jika memulai sekarang, tahun depan Anda akan tahu banyak hal yang sekarang tidak diketahui, dan Anda tak akan mengetahui masa depan jika Anda menunggu-nunggu. ~ William Feather
Dalam masalah hati nurani, pikiran pertamalah yang terbaik. Dalam masalah kebijaksanaan, pemikiran terakhirlah yang paling baik. ~ Robert Hall
Belajarlah dari kesalahan orang lain. Anda tak dapat hidup cukup lama untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri. ~ Martin Vanbee
Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi. ~ Ernest Newman
Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka menyukainya atau tidak. ~ Aldus Huxley
Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai. ~ Schopenhauer
Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh. ~ Andrew Jackson
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik. ~ Evelyn Underhill
Perbuatan-perbuatan salah adalah biasa bagi manusia, tetapi perbuatan pura-pura itulah sebenarnya yang menimbulkan permusuhan dan pengkhianatan. ~ Johan Wolfgang Goethe
Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian. Tetapi, jika orang sudah mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan. ~ Sir Francis Bacon
Karena manusia cinta akan dirinya, tersembunyilah baginya aib dirinya; tidak kelihatan olehnya walaupun nyata. Kecil di pandangnya walaupun bagaimana besarnya. ~ Jalinus At Thabib
Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putus-nya dipukul ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia menenteramkan amarah ombak dan gelombang itu. ~ Marcus Aurelius
Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di atas kepala kita sendiri, tetapi selalu berada di atas kepala orang lain. ~ Thomas Hardy
Kaca, porselen dan nama baik, adalah sesuatu yang gampang sekali pecah, dan tak akan dapat direkatkan kembali tanpa meninggalkan bekas yang nampak. ~ Benjamin Franklin
Keramah-tamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih. ~ Lao Tse
Rahmat sering datang kepada kita dalam bentuk kesakitan, kehilangan dan kekecewaan; tetapi kalau kita sabar, kita segera akan melihat bentuk aslinya. ~ Joseph Addison
Bagian terbaik dari hidup seseorang adalah perbuatan-perbuatan baiknya dan kasihnya yang tidak diketahui orang lain. ~ William Wordsworth
Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah. ~ Kahlil Gibran

Semua orang tidak perlu menjadi malu karena pernah berbuat kesalahan, selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya. ~ Alexander Pope
Teman sejati adalah ia yang meraih tangan anda dan menyentuh hati anda. ~ Heather Pryor
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah. ~ Thomas Alva Edison
Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan; dan saya percaya pada diri saya sendiri. ~ Muhammad Ali
Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh. ~ Confusius
Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum. ~ Mahatma Gandhi
Dia yang menciptakan mata nyamuk adalah Dzat yang menciptakan matahari. ~ Bediuzzaman Said Nursi
Penderitaan jiwa mengarahkan keburukan. Putus asa adalah sumber kesesatan; dan kegelapan hati, pangkal penderitaan jiwa. ~ Bediuzzaman Said Nursi
Kebersamaan dalam suatu masyarakat menghasilkan ketenangan dalam segala kegiatan masyarakat itu, sedangkan saling bermusuhan menyebabkan seluruh kegiatan itu mandeg. ~ Bediuzzaman Said Nursi
Menghidupkan kembali agama berarti menghidupkan suatu bangsa. Hidupnya agama berarti cahaya kehidupan. ~ Bediuzzaman Said Nursi
Seseorang yang melihat kebaikan dalam berbagai hal berarti memiliki pikiran yang baik. Dan seseorang yang memiliki pikiran yang baik mendapatkan kenikmatan dari hidup. ~ Bediuzzaman Said Nursi
Pengetahuan tidaklah cukup, maka kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup, maka kita harus melakukannya. ~ Johann Wolfgang von Goethe
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. ~ Johann Wolfgang von Goethe
Kearifan ditemukan hanya dalam kebenaran. ~ Johann Wolfgang von Goethe
Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang. ~ Einstein
Perdamaian tidak dapat dijaga dengan kekuatan. Hal itu hanya dapat diraih dengan pengertian. ~ Einstein
Agama sejati adalah hidup yang sesungguhnya – hidup dengan seluruh jiwa seseorang, dengan seluruh kebaikan dan kebajikan seseorang. ~ Einstein
Dua hal yang membangkitkan ketakjuban saya : langit bertaburkan bintang di atas dan alam semesta yang penuh hikmah di dalamnya. ~ Einstein
Apa yang saya saksikan di Alam adalah sebuah tatanan agung yang tidak dapat kita pahami dengan sangat tidak menyeluruh, dan hal itu sudah semestinya menjadikan seseorang yang senantiasa berpikir dilingkupi perasaan rendah hati. ~ Einstein
Sungguh sedikit mereka yang melihat dengan mata mereka sendiri dan merasakan dengan hati mereka sendiri. ~ Einstein
Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna. ~ Einstein

Sunday, November 18, 2012

Fenomena Goyang Itik

Era dangdutan seolah memudar, tenggelam oleh demam boyband, musik Korea dan euforia kembalinya Ariel Noah di peta musik Indonesia (setelah 2,5 tahun meringkuk di penjara).
Tapi di tengah surutnya pamor dangdut, ada penyanyi yang berusaha mengorbitkan trend goyang baru bernama Goyang Itik. Adalah penyanyi dangdut Siska yang berusaha memopulerkan goyangan baru itu.
Ia seolah mencari peruntungan untuk menyaingi Goyang Ngebor yang pernah dipopulerkan Inul Daratista, atau Goyang Patah Patah oleh Annisa Bahar, atau juga Goyang Gergaji milik Dewi Perssik dan lusinan goyangan aneh-aneh lainnya.
Berhasilkan Siska memopulerkan Goyang Itik di tengah surutnya pamor dangdut?

Cinta Budaya Indonesia: Menanamkan Cinta Budaya Indonesia sejak Dini...

Cinta Budaya Indonesia: Menanamkan Cinta Budaya Indonesia sejak Dini...: Menanamkan Cinta Budaya Indonesia sejak Dini Sejak dahulu kala bangsa Indonesia terkenal dengan bangsa yang ramah ...

Direksi Cinta: 15 Fakta Seputar Remaja Masa Kini

Direksi Cinta: 15 Fakta Seputar Remaja Masa Kini: 15 Fakta Seputar Remaja Masa Kini Remaja Indonesia jaman sekarang emang udah pada aneh bin nyeleneh. Coba aja bandingkan dengan rem...

Lingkungan Anda, Mencerminkan Harga Anda


Ada tiga kaleng softdrink, ketiga kaleng tersebut di produksi disatu pabrik. Ketika tiba harinya, sebuah truk datang ke pabrik, mengangkut kaleng-kaleng softdrink dan menuju ke tempat berbeda untuk pendistribusian.

Pemberhentian pertama adalah Supermarket Lokal. Kaleng softdrink pertama diturunkan disini, kaleng itu dipajang dirak bersama dengaan kaleng softdrink lainnya yang diberi harga Rp.4000

Pemberhentian kedua adalah Pusat Perbelanjaan Besar, disana, kaleng kedua diturunkan. ditempatkan didalam kulkas supaya dingin dan dijual dengan harga Rp.7.500

Pemberhentian terakhir adalah Hotel bintang 5 Mewah. Kaleng diturunkan disana. Kaleng ini tidak ditempatkan di rak atau didalam kulkas, kaleng ini hanya akan dikeluarkan jika ada pesanan dari pelanggan. Dan ketika ada yang pesan, kaleng ini dikeluarkan bersama dengan gelas kristal berisi batu es, semua disajikan di atas baki dan pelayan hotel akan membuka kaleng softdrink itu, menuangkan ke dalam gelas dan dengan sangat sopan menyajikan ke pelanggan dan harganya Rp.45.000

Pertanyaannya adalah : Kenapa ketiga kaleng softdrink tsb memiliki harga yang berbeda padahal di produksi dari pabrik yang sama, diantar dengan truk yang sama dan bahkan mereka memiliki rasa yang sama?

Jawabannya adalah
Lingkungan anda, mencerminkan harga anda, lingkungan berbicara tentang RELATIONSHIP, apabila anda berada dilingkungan yang bisa mengeluarkan terbaik dari diri anda, maka anda akan menjadi cemerlang, tapi bila anda berada di lingkungan yang meng-kerdil-kan diri anda, maka anda akan menjadi kerdil.

Orang yang sama, bakat yang sama , kemampuan yang sama, lingkungan yang berbeda = NILAI YANG BERBEDA


SELAMAT MENJADI "softdrink" yang terbaik.

Teruntuk Buah hatiku

Ketika aku sudah tua, bukan lagi aku yang semula.
Mengertilah, bersabarlah sedikit terhadap aku.

Ketika pakaianku terciprat makanan, ketika aku lupa bagaimana memakai sandal,
ingatlah bagaimana dahulu aku mengajarimu.

Ketika aku berulang-ulang berkata-kata tentang sesuatu yang telah bosan kau dengar, bersabarlah mendengarkan, jangan memutus pembicaraanku.

Ketika kau kecil, aku selalu harus mengulang cerita yang telah beribu-ribu kali kuceritakan kepadamu.

Ketika aku memerlukanmu untuk memandikanku, jangan marah padaku.
Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu mandi?

Ketika aku tak paham sedikitpun tentang tekhnologi dan hal-hal baru, jangan mengejekku.
Pikirkan bagaimana dahulu aku begitu sabar menjawab setiap “mengapa” darimu.

Ketika aku tak dapat berjalan, ulurkan tanganmu yang masih kuat untuk memapahku.
Seperti aku memapahmu saat kau belajar berjalan waktu masih kecil.

Ketika aku seketika melupakan pembicaraan kita, berilah aku waktu untuk mengingat.
Sebenarnya bagiku, apa yang dibicarakan tidaklah penting, asalkan kau disamping mendengarkan, aku sudah sangat puas.

Ketika kau memandang aku yang mulai menua, janganlah berduka.
Mengertilah aku, dukung aku, seperti aku menghadapimu ketika kamu mulai belajar menjalani kehidupan.

Waktu itu aku memberi petunjuk bagaimana menjalani kehidupan ini, sekarang temani aku menjalankan sisa hidupku.

Beri aku cintamu dan kesabaran, aku akan memberikan senyum penuh rasa syukur
Dalam senyum ini terdapat cintaku yang tak terhingga untukmu anak-anakku.

Untuk Saudara-Saudaraku

Saudaraku…maafkan aku…
Jika lisanku tak dapat menjawab pertanyaamu
Jika lisanku tak memberi nasehat
Dan tak dapat mengingatkanmu
Karena aku lebih sering menanyaimu
Karena aku lebih sering meminta nasehatmu
Dan akulah orang yang perlu lebih sering diingatkan

Saudaraku…maafkan aku…
Jika tanganku tak dapat menolongmu
Karena aku lebih sering meminta tolong kepadamu
Maafkan aku…
Jika telinga ini jarang mendengarmu
Karena aku lebih sering berkeluh kesah kepadamu

Saudaraku…maafkan aku…
Jika aku jarang memikirkanmu
Karena aku lebih sering mengganggumu
Dengan masalah-masalahku

Saudaraku....
Setelah kau menemukan pendampingmu
Setelah kau memiliki jundi jundi kecilmu
Bahkan saat saat senja menyelimutimu
Ukhuwah cinta kita kan tetap utuh bersamamu

Saudaraku...
Entah bagaimana ku berterima kasih
Tapi ku tahu pasti
Dia akan mengganti kebaikanmu
Dengan sesuatu yang lebih indah
Yang bahkan tak pernah kau bayangkan

Renungan Kita


Ketahuilah saudaraku nilai diri kita tidaklah timbul dari apa yang kita sandang, atau apapun yang kita dapat. Nilai diri kita, sesungguhnya dinilai dari akhlak dan perangai kita.
Mari sejenak merenung akan diri kita, sudahkah tubuh ini bermanfaat atau malah justru sebaliknya.

1.Lihatlah kepala kita!
Apakah ia sudah kita tundukkan, rukukkan dan sujudkan dengan segenap kepasrahan seorang hamba fana tiada daya di hadapan Allah Yang Maha Perkasa, atau ia tetap tengadah dengan segenap keangkuhan, kecongkakan dan kesombongan seorang manusia di dalam pikirannya?

2. Lihatlah mata kita!
Apakah ia sudah kita gunakan untuk menatap keindahan dan keagungan ciptaan-ciptaan Allah Yang Maha Kuasa, atau kita gunakan untuk melihat segala pemandangan dan kemaksiatan yang dilarang?

3. Lihatlah telinga Kita!
Apakah ia sudah kita gunakan untuk mendengarkan suara adzan, bacaan Al Qur’an dan seruan-seruan kebaikan, atau kita gunakan buat mendengarkan suara-suara yang sia-sia tiada bermakna?

4. Lihatlah hidung Kita!
Apakah sudah kita gunakan untuk mencium sajadah yang terhampar di tempat sholat, mencium istri, suami dan anak-anak tercinta serta mencium kepala anak-anak papa yang kehilangan cinta bunda dan ayahnya?

5. Lihatlah mulut kita!
Apakah sudah kita gunakan untuk mengatakan kebenaran dan kebaikan, nasehat-nasehat bermanfaat serta kata-kata bermakna atau kita gunakan untuk mengatakan kata-kata tak berguna dan berbisa, mengeluarkan tahafaul lisan (penyakit lisan); berghibah, memfitnah, mengadu domba, berdusta bahkan menyakiti hati sesama?

6. Lihatlah tangan Kita!
Apakah sudah kita gunakan buat bersedekah, membantu sesama, mencipta karya-karya yang berguna atau kita gunakan untuk mencuri, korupsi, menzalimi orang lain serta merampas hak-hak serta harta-harta orang yang tak berdaya?

7. Lihatlah kaki Kita!
Apakah sudah kita gunakan untuk melangkah ke tempat ibadah, ke tempat menuntut ilmu bermutu, ke tempat-tempat pengajian yang kian mendekatkan perasaan kepada Allah Yang Maha Penyayang atau kita gunakan untuk melangkah ke tempat maksiat dan kejahatan?

8. Lihatlah dada Kita!
Apakah di dalamnya tersimpan perasaan yang lapang, sabar, tawakal dan keikhlasan serta perasaan selalu bersyukur kepada Allah Yang Maha Bijaksana, atau di dalamnya tertanam ladang jiwa yang tumbuh subur daun-daun takabur, biji-biji bakhil, benih iri hati dan dengki serta pepohonan berbuah riya?

9. Lihatlah diri kita!
Apakah kita sering tadabur(merenung), Tafakur(berserah diri) dan selalu bersyukur pada karunia yang kita terima dari Allah Yang Maha Perkasa?

Hanya kita yang tahu dan yang bisa mengukur sejauh mana kita memanfaatkan apa yang kita miliki.

Wallahu a'lam bi showab.
Semoga bermanfaat.

Hidup Dalam Sekeranjang Kotak

Hidup manusia seperti sekumpulan kotak yang ada dalam sebuah keranjang. Setiap kotak mewakili seseorang dalam kehidupan kita. Setiap kotak juga mewakili rasa yang kita rasakan pada seseorang dalam hidup kita. Setiap kotak juga mewakili sebuah ataupun sekumpulan pengalaman yang kita alami atau rasakan terhadap seseorang dalam hidup kita. Semakin bertambah usia kita, semakin banyak jumlah kotak tersebut. 

Rasa yang ada dalam kotak-kotak tersebut boleh jadi dalam bentuk kebencian, kerinduan, dendam, cinta, kesepian, kegalauan, kasih sayang, persahabatan, dan banyak lagi yang mencerminkan rasa.

Seseorang yang ada dalam kotak-kotak tersebut adalah seseorang yang mengesankan bagi hidup kita, walau itu tidak mengenal istilah ruang dan waktu, maya atau realita, dan impian atau kenyataan. Seseorang itu bisa jadi adalah kamu, dia, mereka, kita, kami, si A, si B, dan Si... yang lain. 

Pengalaman yang ada dalam kotak-kotak tersebut adalah pengalaman yang tersimpan dalam memori kita yang kita alami, rasakan, lakukan sebagai reaksi atas sikap orang lain. Pengalaman itu bisa pahit, manis, asem, asin, tawar, ataupun yang lain.
Semua menjadi satu, tersimpan dalam keranjang kehidupan kita. 

Setiap hari kita boleh jadi mengisi sebuah kotak dengan rasa yang sama kepada seseorang yang sama dengan pengalaman yang berbeda, boleh jadi berbunga-bunga, sedih, sakit hati, rindu, cinta dan sebagainya. Kita isi dan terus kita isi dengan pengalaman dan persepsi kita.

Boleh jadi pula setiap hari kita mengambil kotak yang kosong yang belum terisi, sebab stok kotak kosong juga tak terbatas dalam keranjang tersebut. Kita isi kotak kosong tersebut dengan orang yang baru, kekasih yang baru, teman yang baru, kenalan yang baru, dan tentunya dengan pengalaman dan rasa yang baru pula. 

Itulah dinamika kehidupan, kita mengisi dan mengisi kotak yang baru. Dinamika itulah yang menyebabkan kita terus berubah seiring adanya perubahan persepsi kita terhadap sesuatu , seseorang ataupun rasa yang baru. Inilah hidup yang terus berubah. Sebab PERUBAHAN ITU PASTI SAMPAI KITA MATI.

Yang menjadi masalah adalah disaat kita sendirian dan kesepian. Yang kita lakukan adalah kita mengambil sebuah kotak dari keranjang kehidupan kita, dimana disitu terdapat seseorang atau sesuatu yang kita rindu. Kita buka penutupnya, kita lihat isinya, dan kita amati isinya. Terkadang dengan melihat itu kita tersenyum sendiri, menangis sendiri, terluka sendiri dan juga mungkin meratap sendiri. Dengan itu pula bahagia kita makin bertambah, kerinduan makin meningkat, dan juga terkadang luka makin menganga. Itu semua tergantung kepada sisi mana yang mau kita lihat. Jika sisi yang menyakitkan maka luka makin menganga. Jika sisi yang membahagiakan maka kerinduan yang makin mendalam. Itu semua tergantung kita, dan KITALAH YANG MENGIJINKAN KITA UNTUK MENJADI SEPERTI APA YANG KITA MAU. Jika kita mau terluka maka sisi penderitaan dan kesakithatian kita yang kita lihat. Jika kita mau berbahagia, maka sisi kebahagiaanlah yang kita amati. Kita dapat menjadi seperti apa yang kita mau dengan kotak kita tersebut.

Terkadang dengan melihat isi kotak tersebut, kita menambahkan dengan bunga-bunga impian dan khayalan. Walaupun isi kotak tersebut jelas tidak ada impian itu, sebab isinya adalah pengalaman dan bukan impian. Namun sudah nalurinya manusialah yang menambahkan impian dan khayalan di saat melihat isi kotak itu. Kita berkhayal hidup berbahagia dengan seseorang seperti apapun yang kita mau. Kita melukis langit dengan keindahan-keindahan bersama seseorang dengan corak lukisan, ragam warna dan sketsa apapun yang kita mau. Sebab yang masih bebas di dunia ini hanyalah khayalan dan impian. Lain itu semua terikat oleh ruang dan waktu, oleh aturan dan tata krama dan oleh moralitas.

Saat kita melihat isi sebuah kotak, itu juga mencerminkan ketulusan dalam hati kita. Jika kita tulus, maka sisi baiklah yang kita lihat dan sisi buruk kita acuhkan. Dengan ketulusan itu, kita akan memandang dunia ini begitu indah walaupun terdapat luka menganga namun tersimpan dengan rapinya tanpa pernah dilihat. Inilah setulus-tulusnya hati dimana hanya hati ini dan Allah-lah yang tahu sisi buruk yang ada dalam kotak ternyata kita abaikan dan kesampingkan. Kita tidak melihat sisi buruk, yang kita lihat hanyalah sisi baik. Sehingga begitu kita keluar dari zona khayalan dan impian, dan kita bertemu dengan seseorang yang pernah menyakiti kita, yang kita ingat hanyalah bahwa dia pernah membahagiakan kita dan dengan begitu, kita ingin mengisi sebuah kotak yang berisi dia dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang baru.

TERNYATA KETULUSAN HATI MAMPU MEMBUAT DUNIA INI MENJADI INDAH.

Semoga bermanfaat.

Aku Hanya Ingin Mencintai, Bukan Melukai

Mencintai adalah mengambil risiko tak dicintai kembali. Mencintai tanpa harus memiliki? Mungkin hanya ada dalam dongeng. Setiap cinta, sedikit atau banyak, akan meminta kembali, meskipun hanya berupa senyuman bahwa dia cukup bahagia disajikan cinta walaupun tak punya cinta untuk membalas.

Mencintai diam-diam adalah sebuah keharusan menyiapkan diri mendapat balasan cinta diam-diam pula, atau penolakan diam-diam juga.

Semua orang hanya ingin mencintai dan dicintai. Namun mana yang harus didahulukan? Mencintai atau dicintai. Beberapa orang mencintai dan berharap dicintai, beberapa lainnya hanya akan mencintai jika ia dicintai terlebih dahulu. Ada persamaan hasil antara kedua hal tersebut, yaitu luka.
Pengharapan selalu berbanding lurus dengan kemungkinan kekecewaan yang didapat. Semakin kita berharap, maka semakin besar kemungkinan kita akan kecewa.
Mencintai seperti menggenggam seekor burung. Jika kita menggenggamnya terlalu erat, maka akan mati. Namun jika menggenggamnya terlalu longgar, dia akan pergi. Jika kita melakukan salah satu dari kedua hal tersebut, tetap hasil akhirnya adalah luka. Di hati kita, atau hatinya.

Pilih mana? Aku selalu benci pilihan, tapi lebih benci lagi jika tidak punya pilihan sama sekali. Ada kalanya ketika kita hanya ingin mencintai, kita hanya berakhir dengan melukai.

Jika Anda berpendapat lebih baik dilukai, karena ketika Anda dilukai Anda selalu punya objek untuk disalahkan, dimaki-maki. Apa bedanya dengan melukai? Melukai orang lain, apalagi orang yang kita sayangi, hanya menyisakan diri kita sendiri untuk disalahkan. Selamanya, kita hanya bisa menyalahkan diri sendiri.

“Anda hanya bisa melihat diri Anda hancur di depan bayangan Anda sendiri.“

Aku hanya ingin mencintai, bukan melukai.

Semoga bermanfaat.

Lalui Jangan Pernah Berhenti

Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap. “Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap?” ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.

“Anakku,” ucap sang induk kemudian. “Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik.” jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu pun mulai tenang.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. “Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu?” tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.

“Anakku. Itu hanya angin,” ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. “Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!” tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.

“Blarrr!!!” suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya. Tapi juga gemetar. “Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!” ucapnya sambil terus memejamkan mata.

“Sabar, anakku!” ucapnya sambil terus membelai. “Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang,” ungkap sang induk katak begitu tenang.
Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, “Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!”
Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.
Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan. Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan.
Benar apa yang diucapkan induk katak: jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan, sabar dan hadapi. Karena hujan yang ditunggu, Insya Allah, akan datang. Bersama kesukaran ada kemudahan. Sekali lagi, bersama kesukaran ada kemudahan.

Semoga bermanfaat.

Orang Yg Paling Kaya

Siapakah orang yang paling kaya di dunia saat ini?
“Yang punya perusahaan Microsoft; Bill Gates!” Mungkin inilah jawaban yang terlontar, andaikan salah seorang dari kita dihadapkan pada pertanyaan di atas. Atau bisa jadi jawabannya, “Pemain bola anu!” atau “Artis itu!”
Berbagai jawaban di atas barangkali akan sangat dianggap wajar karena barometer kekayaan di benak kebanyakan orang saat ini diukur dengan kekayaan harta duniawi. Padahal, jika menggunakan barometer syariat, bukan merupakan hal yang mustahil bahwa kita pun amat berpeluang untuk menjadi kandidat orang paling “kaya”!

Orang paling kaya di mata syariat

Orang paling kaya, jika diukur dengan timbangan syariat, adalah: orang yang paling nrimo.
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Kekayaan tidaklah diukur dengan banyaknya harta, namun kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati.” (HR. Bukhari dan Muslim; dari Abu Hurairah)

Kaya hati, atau sering diistilahkan dengan “qana’ah“, artinya adalah ‘nrimo (menerima) dan rela dengan berapa pun yang diberikan oleh Allah Ta’ala.
Berapa pun rezeki yang didapatkan, dia tidak mengeluh. Mendapat rezeki banyak, bersyukur; mendapat rezeki sedikit, bersabar dan tidak mengumpat.
Andaikan kita telah bisa mengamalkan hal di atas, saat itulah kita bisa memiliki kans besar untuk menjadi orang terkaya di dunia. Ujung-ujungnya, keberuntunganlah yang menanti kita, sebagaimana janji Sang Musthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Beruntunglah orang yang berislam, dikaruniai rezeki yang cukup, dan dia dijadikan menerima apa pun yang dikaruniakan Allah (kepadanya).” (HR. Muslim; dari Abdullah bin ‘Amr)

Berdasarkan barometer di atas, bisa jadi orang yang berpenghasilan dua puluh ribu sehari dikategorikan orang kaya, sedangkan orang yang berpenghasilan dua puluh juta sehari dikategorikan orang miskin. Pasalnya, orang pertama merasa cukup dengan uang sedikit yang didapatkannya. Adapun orang kedua, dia terus merasa kurang walaupun uang yang didapatkannya sangat banyak.
Bagaimana mungkin orang yang berpenghasilan dua puluh ribu dianggap berkecukupan, padahal ia harus menafkahi istri dan anak-anaknya?
Ya, selain karena keberkahan yang Allah limpahkan dalam hartanya, juga karena ukuran kecukupan menurut Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barangsiapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya.” (HR. Tirmidzi; dinilai hasan oleh Al-Albani)

Kiat membangun pribadi yang qana’ah

Di antara resep sukses membentuk jiwa yang qana’ah adalah dengan melatih diri untuk menyadari seyakin-yakinnya bahwa rezeki hanyalah di tangan Allah dan yang kita dapatkan telah dicatat oleh Allah Ta’ala, serta tidak mungkin melebihi apa yang telah ditentukan-Nya, walaupun kita pontang-panting dalam bekerja.
Allah Ta’ala mengingatkan,
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا

“Tidak ada satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin rezekinya oleh Allah.” (QS. Hud:6)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan,

إِنَّ أَحَدَكُمْ لَنْ يَمُوْتَ حَتَّى يَسْتَكْمِلَ رِزْقَهُ، فَلاَ تَسْتَبْطِئُوا الرِّزْقَ، وَاتَّقُوا اللهَ أَيُّهَا النَّاس، وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ، خُذُوْا مَا حَلَّ وَدَعُوْا مَا حَرُمَ

“Sesungguhnya, seseorang di antara kalian tidak akan mati kecuali setelah dia mendapatkan seluruh rezeki (yang Allah takdirkan untuknya) secara sempurna. Maka, janganlah kalian bersikap tidak sabaran dalam menanti rezeki.  Bertakwalah kepada Allah, wahai manusia! Carilah rezeki secara proporsional, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Al-Hakim; dari Jabir; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Buah manis qana’ah

Sebagai suatu karakter yang terpuji, qana’ah tentunya menumbuhkan sifat-sifat positif lainnya, yang tidak lain adalah buah dari qana’ah itu sendiri. Di antaranya:
Pertama: Qana’ah menjadikan seseorang tidak mudah tergiur untuk memiliki harta yang dimiliki orang lain.
Dia merasa cukup dengan apa yang telah dimilikinya, sehingga dia selalu hidup dalam ketenteraman dan kedamaian batin. Dia tidak pernah iri maupun dengki dengan kelebihan nikmat yang Allah limpahkan pada orang lain.
Karakter istimewa inilah yang Allah rekam sebagai salah satu perangai para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala Dia menceritakan kondisi mereka yang fakir,

يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاء مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَاهُمْ لاَ يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافاً

“(Orang lain)–yang tidak tahu–menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya, karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (wahai Muhammad), mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta dengan cara mendesak kepada orang lain.” (QS. Al-Baqarah:273)

Kedua: Qana’ah menempa jiwa seseorang untuk tidak mengadu tentang kesusahan hidupnya melainkan hanya kepada Allah Yang Mahakaya.
Inilah salah satu tingkatan tawakal tertinggi, yang telah dicapai oleh para nabiyullah. Sebagaimana yang Allah ceritakan tentang Nabi Ya’kub ‘alaihis salam,

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللّهِ

“Dia (Ya’kub) berkata, ‘Hanya kepada Allah, aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.’” (QS. Yusuf:86)

Mengapa para kekasih Allah hanya mengadu kepada-Nya? Karena keyakinan mereka yang begitu mendalam bahwa dunia seisinya tidak lain hanyalah kepunyaan Allah. Lantas mengapa tidak meminta saja kepada Yang Maha Memiliki segalanya, dan kenapa harus meminta kepada zat yang apa yang dimilikinya tidak lain hanyalah bersumber dari Yang Maha Memiliki?
Namun, realita berkata lain. Rata-rata, kita masih lebih suka mengetuk pintu para makhluk sebelum mengetuk pintu Sang Khalik. Karena itulah, para ulama mengingatkan, “Siapakah di antara kita yang meminta kebutuhannya kepada Allah sebelum ia memintanya kepada manusia?”

Qana’ah berarti tidak bekerja dan ikhtiar?

Janganlah dipahami dari seluruh keterangan di atas, bahwa kita tidak perlu bekerja dengan alasan qana’ah. Sehingga, cukup duduk berpangku-tangan di rumah, dengan dalih: kalaupun sudah saatnya hujan emas, niscaya akan turun juga!
Qana’ah tidaklah seperti itu, karena qana’ah maksudnya: seorang hamba bekerja semampunya dengan tetap memperhatikan rambu-rambu syariat. Setelah itu, berapa pun hasil yang didapatkan dari kerjanya, diterimanya dengan penuh rasa ridha tanpa menggerutu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hakikat tawakal dan korelasinya dengan ikhtiar, dalam sebuah perumpamaan yang sangat detail,

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Andaikan kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya kalian akan mendapatkan rezeki sebagaimana burung memperoleh rezeki. Dia pergi di pagi hari dalam keadaan perut kosong, lalu pulang di sore harinya dalam keadaan perut kenyang.” (HR. Tirmidzi, dan beliau berkomentar bahwa hadis ini hasan sahih)

Ya, tentunya supaya burung bisa memenuhi perutnya, ia harus “mencari nafkah”! Dan inilah tawakal yang sebenar-benarnya; berikhtiar lalu hasilnya serahkan pada Allah ta’ala.

Wallahu a’la wa a’lam.
Semoga bermanfaat.


Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A.
Artikel www.tunasilmu.com, dipublish ulang oleh www.muslim.or.id

Sumber — Muslim.Or.Id

Kisah Sepasang Suami Istri


Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”

Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

- T A M A T -

Semoga bermanfaat.

Di Balik Fenomena Facebook

Ketika perpecahan keluarga menjadi tontonan yang ditunggu dalam sebuah episode infotainment setiap hari.

Ketika aib seseorang ditunggu-tunggu ribuan mata bahkan jutaan dalam berita-berita media massa.

Ketika seorang selebritis dengan bangga menjadikan kehamilannya di luar pernikahan yang sah sebagai ajang sensasi yang ditunggu-tunggu …"siapa calon bapak si jabang bayi?"

Ada kabar yang lebih menghebohkan, lagi-lagi seorang selebrities yang belum resmi berpisah dengan suaminya, tanpa rasa malu berlibur, berjalan bersama pria lain, dan dengan mudahnya mengolok-olok suaminya.

Ya...mungkin kita bisa berkata wajarlah artis, kehidupannya ya seperti itu, penuh sensasi.Kalau perlu dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi, aktivitasnya diberitakan dan dinikmati oleh publik.

Tapi ternyata sekarang bukan hanya artis yang bisa seperti itu, sadar atau tidak, ribuan orang sekarang sedang menikmati aktivitasnya apapun diketahui orang, dikomentari orang bahkan mohon maaf …."dilecehkan" orang, dan herannya perasaan yang didapat adalah kesenangan.

Fenomena itu bernama facebook, setiap saat para facebooker meng update statusnya agar bisa dinikmati dan dikomentari yang lainnya. Lupa atau sengaja hal-hal yang semestinya menjadi konsumsi internal keluarga, menjadi kebanggaan di statusnya. Lihat saja beberapa status facebook :

Seorang wanita menuliskan “Hujan-hujan malam-malam sendirian, enaknya ngapain ya…..?”——kemudian puluhan komen bermunculan dari lelaki dan perempuan, bahkan seorang lelaki temannya menuliskan “mau ditemanin? Dijamin puas deh…”

Seorang wanita lainnya menuliskan “ Bangun tidur, badan sakit semua, biasa….habis malam jumat ya begini…” kemudian komen2 nakal bermunculan…

Ada yang menulis “ bete nih di rumah terus, mana misua jauh lagi….”, —-kemudian komen2 pelecehan bermunculan.

Ada pula yang komen di wall temannya “ eeeh ini si anu ya …., yang dulu dekat dengan si itu khan? Aduuh dicariin tuh sama si itu….” —-lupa kalau si anu sudah punya suami dan anak-anak yang manis.

Yang laki-laki tidak kalah hebat menulis statusnya " habis minum jamu nih…., ada yang mau menerima tantangan ?"—-langsung berpuluh2 komen datang.

Ada juga yang nulis “ mau tidur nih, panas banget…bakal tidur ga pake dalaman lagi nih
Dan ribuan status-status yang numpang beken dan pengin ada komen-komen dari lainnya

Dan itu sadar atau tidak sadar dinikmati oleh indera kita, mata kita, telinga kita, bahkan pikiran kita.

Ada yang lebih kejam dari sekedar status facebook, dan herannya seakan hilang rasa empati dan sensitifitas dari tiap diri terhadap hal-hal yang semestinya di tutup dan tidak perlu di tampilkan.

Seorang wanita dengan nada guyon mengomentari foto yang baru saja di upload di albumnya, foto-foto saat SMA dulu setelah berolah raga memakai kaos dan celana pendek…..padahal sebagian besar yg didalam foto tersebut sudah berjilbab.

Ada seorang karyawati mengupload foto temannya yang sekarang sudah berubah dari kehidupan jahiliyah menjadi kehidupan islami, foto saat dulu jahiliyah bersama teman2 prianya bergandengan dengan ceria….

Ada pula seorang pria meng upload foto seorang wanita mantan kekasihnya dulu yang sedang dalam kondisi sangat seronok padahal kini sang wanita telah berkeluarga dan hidup dengan tenang

Rasanya hilang apa yang diajarkan seseorang yang sangat dicintai Allah…., yaitu Muhammad SAW, Rasulullah kepada umatnya. Seseorang yang sangat menjaga kemuliaan dirinya dan keluarganya. Ingatkah ketika Rasulullah bertanya pada Aisyah r.ha 

Wahai Aisyah apa yang dapat saya makan pagi ini?” maka Istri tercinta, sang humairah, sang pipi merah Aisyah menjawab “ Rasul, kekasih hatiku, sesungguhnya tidak ada yang dapat kita makan pagi ini”. Rasul dengan senyum teduhnya berkata “baiklah Aisyah, aku berpuasa hari ini”. Tidak perlu orang tahu bahwa tidak ada makanan di rumah Rasulullah….

Ingatlah Abdurahman bin Auf r.a mengikuti Rasulullah berhijrah dari mekah ke madinah, ketika saudaranya menawarkannya sebagian hartanya, dan sebagian rumahnya,
maka Abdurahman bin auf mengatakan, tunjukan saja saya pasar. Kekurangannya tidak membuat beliau kehilangan kemuliaan hidupnya. Bahwasanya kehormatan menjadi salah satu indikator keimanan seseorang, sebagaimana Rasulullah, bersabda, “Malu itu sebagian dari iman”. (Bukhari dan Muslim).

Dan fenomena di atas menjadi Tanda Besar untuk kita umat Islam, hegemoni "kesenangan semu" dan dibungkus dengan "persahabatan fatamorgana" ditampilkan dengan mudahnya celoteh dan status dalam facebook yang melindas semua tata krama tentang Malu, tentang menjaga Kehormatan Diri dan keluarga.

Dan Rasulullah SAW menegaskan dengan sindiran keras kepada kita

Apabila kamu tidak malu maka perbuatlah apa yang kamu mau.” (Bukhari). 

Arogansi kesenangan semakin menjadi-jadi dengan tanpa merasa bersalah mengungkit kembali aib-aib masa lalu melalui foto-foto yang tidak bermartabat yang semestinya disimpan rapat.

Bagi mereka para wanita yang menemukan jati dirinya, dibukakan cahayanya oleh Allah sehingga saat di masa lalu jauh dari Allah kemudian ter inqilabiyah – tershibghoh tercelup dan terwarnai cahaya ilahiyah, hatinya teriris melihat masa lalunya dibuka dengan penuh senyuman, oleh orang yang mengaku sebagai teman, sebagai sahabat.

Maka jagalah kehormatan diri, jangan tampakkan lagi aib-aib masa lalu, mudah-mudahan Allah menjaga aib-aib kita.

Maka jagalah kehormatan diri kita, simpan rapat keluh kesah kita, simpan rapat aib-aib diri, jangan bebaskan "kesenangan", "gurauan" membuat Iffah kita luntur tak berbekas.

Wallahu a'lam bi showab.
Semoga Bermanfaat.